Sabtu, 25 Februari 2012

Tersandung Perkataan Sundal


PADA 14 Desember 2011, menyambut natal,  tiba-tiba enam pengacara  top menyambangi Polda Metro Jaya melaporkan dugaan pencemaran nama baik  dan perbuatan tidak menyenangkan atas nama korban Bianda Sihombing dan Inri oleh Reinda M. Lumoindong. Rombongan itu di motori Petrus  Bala Patyyona dan Juan Felix Tampubolon. Mereka di dampingi orang tua pelapor, yakni Partahi Sihombing dan Ongen di dampingi istri masing-masing.

Mereka diterima bagian pengaduan Polda Metro  Jaya. Peristiwa ini cukup mengagetkan karena cukup menyita perhatian banyak media massa nasional maupun rohani. Boleh jadi liputan luas ini karena melibatkan isteri hamba Tuhan terkenal, Pdt Gilbert Lumoindong di Jakarta.  

Seperti diiketahui suatu siang, usai ibadah November 2011, Reinda memanggil lima singer yang antara lain Bianda, Nabila, Inri, Regina dan Maya. Kelimanya diberikan pengarahan dari ibu  gembala. Namun, pengarahan yang menurut kelima pemudi itu sudah melewati batas karena dipandang merendahkan mereka.
Benar kata pepatah, mulutmu adalah harimaumu. Gara-gara ucapan ja­ngan seperti sundal terhadap beberapa pengerja (tim singer) GBI Glow Fellowship Center, Grand Chapel UPH Lippo Karawaci, Reinda yang juga istri pendeta Gembala Sidang gereja bersangkutan dilaporkan ke polisi. Laporan itu ternyata langsung diproses polisi meski saat menjelang natal.

Minggu berikutnya, Bianda dan Inri dua diantara yang mengaku korban diproses untuk membuat BAP di Polda  Metro Jaya di dampingi kuasa hukumnya. Beberapa media harian dan on line seperti Tribunnews.com di Manado langsung memuat berita ini  secara luas esok harinya. Pemberitaan ini langsung mendapat perhatian masyarakat.

Namun selang sehari setelah pemberitaan, media yang sama memuat sanggahan resmi dari pihak Reinda M Lumoindong lewat pengacaranya John IM Pattiwael, SH dan Gloria Tamba, SH. Pengacara dari kantor hukum LBH Mawar Sharon ini menjelaskan bahwa Reinda memang memberi nasehat kepada beberapa pelayan gereja yang di dalamnya termasuk Bianda Sihombing. Adapun  intinya  antara lain,  agar tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat/sexy dan seterusnya (poin 2). Dan pada poin 3 soal perkataan perempuan sundal oleh Reinda sama sekali tidak benar demikian.
Sanggahan seperti ini justru membuat keluarga korban meradang. Ketika ditemui disela-sela pemeriksaan anaknya, Partahi Sihombing menegaskan kembali bahwa tudingan perempuan sundal itu benar-benar ada dan memang dilakukan Reinda terhadap pelayan yang masih remaja dan beranjak dewasa. “Ada buktinya kok, ada rekamannya. Anak saya sangat terpukul sekali dikata-katain seperti itu. Makanya kita akan terus maju supaya terbuka kebenaran,” tukasnya geregetan dengan bantahan se­perti itu.
Sebelumnya, pengacara Bianda, Petrus Bala Pattyona  menyatakan kepada wartawan di sela-sela pengaduan, tujuan laporan dan pengaduan ini adalah agar orang Kristen juga taat kepada aturan negara. “Kita ingin sebagai pembelajaran yang baik, agar tidak terjadi lagi tindak kesewenang-wenangan dalam gereja,”  tukasnya.

Meski banyak yang menyayangkan proses ini sampai ke pihak kepolisian pada dasarnya perkara ini terus bergulir dan diproses. “Saya sangat kecewa anak-anak saya diperlakukan seperti itu sampai mereka trauma untuk ikut pela­yanan,” beber Partahi di dampingi ­Ongen salah satu orang tua yang anaknya juga ikut serta. Mereka ditegor keras di depan umum, selain ucapan sundal juga dikata-katain  bahwa mereka jangan  berlindung di ketiak orang tua. Lelaki tidak benar kalau datang ke gereja melihat body kalian sexy, begitu dia menirukan ucapan sang ibu gembala. “Apakah itu namanya ibu gembala, kalau salah rangkul donk. ­Ingatkan baik-baik, bukan begitu caranya, masa bawa-bawa orang tua lagi,” ujarnya bernada tinggi.  

Upayakan Damai

Saat kebenaran masalah ini mau dikomfirmasi langsung kepada Reinda, beberapa kali yang bersangkutan memang masih berhalangan karena masih sibuk melayani perayaan natal di Manado dan juga mendampingi misi pela­yanan ke Yerusalem. Ketika  dihubungi lewat SMS, Reinda hanya menyarankan GAHARU bahwa hak jawabnya biar dikutip seperti telah dimuat di Tribunnes.com. Sangat disayangkan juga, belum bisa mendapatkan  penjelasan langsung  dari Pdt. Gilbert Lumoindong tentang alasan dibalik pemecatan pengerjanya.  

Pendiri LBH Mawar Sharon,  ­Hotma Sitompoel, SH yang juga pendiri Vocal Group Pengacara Nabirong yang di dalamnya pernah Partahi Sihombing bergabung ketika dimintai komentarnya tentang kasus ini, mengaku belum mendalami masalahnya dan hanya berkomentar singkat mengimbau agar menempuh solusi damai. “Ya kita akan usahakan damai sajalah. Itu jalan terbaik,” ujarnya di ujung telepon sembari menyesalkan kejadian ini. “Masa jemaat melaporkan pendetanya…hehe. Ya mungkin juga ini perlu menjadi introspeksi bagi pendeta tersebut,” ujarnya setengah bertanya.

Rupanya kasus ini semakin berkembang makin melebar karena belakangan Pdt Gilbert Lumoindong mengeluarkan SK Pemecatan kepada Partahi Sihom­bing yang juga panatua di GLOW UPH Lippo Karawachi. Apakah ada sangkut pautnya dengan dugaan yang menimpa pelaporan  istrinya belum jelas kaitannya. Atas sikap ini Partahi mengaku akan ­terus mencari keadilan dan kebenaran. Dirinya juga mengaku sudah menyiapkan gugatan lain soal tindakan semena-mena ini. “Masalah ini sebenarnya sederhana. Kalau saja yang bersangkutan punya kasih dan mau berdamai dengan meminta maaf dan merangkul anak saya, kasus ini tidak akan pernah ke polisi,” imbuhnya menyesalkan. Sebelum mengadakan pengaduan, selain  berdiskusi de­ngan rekan-rekannya, pihak Partahi juga sudah meminta bertemu dengan Pdt. Gilbert Lumoindong untuk mengupa­yakan solusi damai. Namun karena dalam pertemuan, Gilbert terkesan membela istrinya dan seolah membenarkan tindakannya,  membuat pihaknya terpaksa menempuh upaya hukum.  Atas pelaporan ini, isu yang berkembang adalah bahwa selama ini sang ibu gembala bersikap “otoriter” dan bertindak melampau kapasitasnya sebagai ibu gembala. Benarkan demikian? Untuk mengetahui duduk perkara sebenarnya GAHARU mencoba mengungkap dibalik kericuhan antara pelayan/singer versus Reinda yang juga isteri Pdt. Gilbet Lumoindong, Pimpinan GLOW Lippo Karawachi.  Dan saat berita  diturunkan ibu Rienda sedang disidik polisi                                      

Lanjut »

Gereja Digembok Jemaat Ibadah Di Luar


Mentari belum muncul di ufuk timur. Minggu Pagi, (8/1) Jakarta dilanda gerimis kecil. Meski hujan tidak menghalangi niat jemaat GPdI Ellshaday datang GPdI Jalan Mangga yang rencananya kebaktian pukul 07.00. Selebaran yang sehari sebelumnya beredar di daerah itu, yang cukup meresahkan, ada selentingan melarang jemaat pagi (Ellshaday) beribadah di gedung gereja memang terbukti benar.  GPdI rintisan keluarga Lengkong yang sudah lama berseteru di antar keluarga ini, pagi itu memang tergembok rapat dari dalam. Tampak beberapa gembok menempel yang terlihat disengaja.

Jemaat yang berdatangan sejak pukul 6.00 melihat kenyataan ini langsung bersedih. Seorang ibu  lanjut usia menangis sesugukan di pintu  gerbong menahan rasa sedihnya. “Hamba Tuhan seperti apa yang menutup gereja untuk beribadah. Mungkin udah dirasukin iblis,” ujarnya geram mengusap air matanya. Beberapa ibu muda yang bertugas pelayan tetap bersemangat mempersiapakan  ibadah meski di depan gereja. Kesibukan ini cukup membuat menarik perhatian masyarakat sekitar yang tak jauh dari Pasar Lontar, Tanjung Priuk. Kendaraan yang lalu lalang berhenti sekadar tahu apa yang terjadi. 

Tiga orang wanita pengerja jemaat Ellshaday yang tinggal di konsistori gereja dan terkunci di dalam, juga tampak sibuk mengeluarkan bangku-bangku melewati pagar.  Seratusan jemaat kemudian  beribadah di depan gereja. Meski cukup lama berjalan beberapa waktu kemudian jelang akhir ibadah baru satu dua polisi tampak berdatangan tanpa berusaha untuk membuka gembok gereja. Jadilah ibadah berlangsung dengan sederhana persis seperti yang dilakukan GKI Yasmin, Bogor.

Ketua RT 10 RW 10 Koja, lokasi gereja Jody mengatkaan sejak pagi sudah mengawasi  lokasi warganya. Sebagai RT Jody memahami jemaat jika beribadah sementara di depan gereja pasaca penutupan gereja, asal jangan sampai menimbulkan kemacetan. “Saya kira  kita semua memuliakan Tuhan, ya silahkan saja. Asal jangan mengganggu lingkungan masyarakat. Artinya jangan sekali-kali  membuat kericuhan karena ini kan rumah kita,” ujarnhya. Ketiak ditanya mengetehui masalahnya, Jody mengatakan ini masalah internal gereja. “Sebagai warga saya kenal baik Pendeta Paul Refi dan Pendeta Boy Kembuan. Saya pengayom masyrakat. Tetapi ada hukum-hukumnya donk. Kita tidak mempermasalahkan keduanya,” ungkapnya yang terus memonitor jalannya kebaktian.

Seperti diketahui, perseturuan perebutan hak atas penggunaan gedung gereja GPdI Jalan Mangga sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa penyelesaian. Kericuhan terjadi di antara anggota keluarga dari pendiri gereja, keluarga Lengkong. Antara Pdt. Boy Kembuan (menantu) di satu pihak dan Pdt. Paul Refi (anak) di pihak lain. Jemaat yang mendukung Pdt. Boy Kembuan membentuk GPdI Victory biasanya beribadah jam 10. Sedangkan jemaat Paul Refi menyebut diri GPdI Ellshaday dan beribadah jam 7 pagi di gedung yang sama.

Selama ini proses saling bergantian beribadah seperti itu sudah berjalan baik meski ada perselisihan. Meski proses  hukum dan gugat menggugat, serta klaim masing-masing pihak yang mengaku paling berhak menggunakan gereja telah berlangsung di pengadilan. Sebenarnya sudah ada juga semacam kesapakatan bersama yang dibuat dalam hal ini, di bawah  mediasi pimpinan Majelis Daerah (MD) GPdI Jakarta dan untuk beberapa tahun berlangsung statusquo.

Namun, kericuhan makin menjadi-jadi di awal tahun karena disinyalir pihak Pdt Boy Kembuan menafsirkan kesepakatan secara sepihak yang telah dibuat 2 Juli 2010. Di dalam kesepakatan yang melibatkan pimpina MD GPdI Jakarta ini, setidaknya menurut Pdt. Kembuan dan pendukungnya, batas pemakain jemaat Ellshaday yang dinyatakan sebagai peminjam, hanya sampai 2 Januari 2012.

“Kita sudah memberikan tenggak waktu sampai 1 minggu dari batas waktu. Kalau tadi gereja di tutup ya memang sudah seharusnya. Karena pihak sana tidak pernah melakukan perundingan soal kelanjutannya,” tegas Pendeta Boy Kembuan  kepada GAHARU. Kembuan juga menegaskan kembali bahwa dirinya sebagai satu-satunya pendeta yang sah ditunjuk MD di GPdI Jalan Mangga.

Apa yang dikemukakannya, dibantah tegas oleh Pdt Paul Refi lewat salah satu majelis dan juribicaranya, menegaskan bahwa butir kesepakatan tentang pemakaian hingga 2 Januari 2012 itu dibuat dan dikarang sendiri oleh Pdt. Boy Kembuan. Bunyi itu ditambahkan sendiri karena drafnya berbeda dengan isi kesepakatan bersama.

“Dalam kesepakatan bersama sebeleumnya dalam salah satu poin dianyatakan tegas bahwa Pdt. Boy Kembuan harus membayar sejumlah uang yang disepakati  dan  juga harus mengurus ijin gereja bagi Jemaat Ellshaday. Sebelum ijin itu didapatkan dan diberikan,  maka jemaat Ellshaday tetap bisa melakukan ibadah di gereja ini. Ini kesapakatan bersama dan disaksikan ketua MD,”  tegasnya.  Jadi pembatasan waktu itu oleh bersangkutan adalah akal-akalan dan pemalsuan membenarkan tindakannya.

Ketika hal ini diklarifikasi langsung, Pdt  Boy Kembuan awalnya bersikukuh dengan adanya poin pembatasan waktu tentang kesepakatan itu. Ketika diminta menujukkan draf  aslinya ternyata tidak bisa menunjukkan dan malah mengaku hanya mendapatkan fotokopi. “Waktu itu saya memang tidak setuju dengan syarat yang disebutkan terutama butir harus mendapatkan ijin untuk mereka. Kalau soal uang, saya sudah setorkan 50 juta ke mereka lewat MD,” tuturnya berkilah sembari mengatakan sudah berusaha mencari ijin buat mereka. 

Saling mengingkari soal poin kesepakatan menuduh pihak lain bersalah menjadikan kisrus ini semakin runyam. Namuun dengan alasan apapun, membiarkan jemaat kebaktian di depan  gereja dan di tengah gerimis apalagi jemaat itu awalnya memang jemaat di sana adalah sebuah perilaku kesombongan rohani dan bertentangan dengan Kristen.

Ketika GKI Yasmin prihatin beribadah  di jalan depan  gereja karena ditolak masyarakat lain, tragisnya hal yang sama ternyata  berlangsung di sebuah denominasi gereja Kristen yang justru melarang ibadah di gereja yang telah bertahun-tahun di tempati. Fenomena antichrist coming? Simak liputannya.    

Lanjut »

Segregasi


Segregasi (pemisahan berdasarkan ras) muncul/monumental pertama kali  dan banyak dibicarakan di Amerika pada 1954-1967, bersamaan dengan timbulnya perjuangan Martin Luther King, Jr yang terkenal dengan nonviolence movement. Meskipun, dari sisi historisnya segregasi sendiri sebagai aturan yang memisahkan Eropa Amerika (kulit putih) dan Afrika Amerika (kulit hitam)  sudah tercipta sejak penghapusan perbudakan di Amerika yang dipelopori Abraham Lincoln. Bisa dibilang segregasi adalah jalan terbaik pasca penghapusan perbudakan.

Namun memasuki pertengahan abad 20, segregasi yang begitu tertanam dan mendarah daging dalam diri Amerika menimbulkan ketidakadilan, tertinggalnya kulit hitam Amerika. Mereka juga menerima perlakuan buruk dan diskriminasi. Pemisahan semua fasilitas umum, sekolah, gereja, bus, rumah sakit dan lainnya. Puncaknya aksi kelompok Klu Klax Klan yang banyak membunuh kulit hitam.

Bangkitnya perlawanan tanpa kekerasan oleh Pendeta Baptis Martin Luther King, Jr dan kawan-kawan, meski harus mengorbankan nyawanya sebagai tumbal, terbukti sukses  meruntuhkan sekat-sekat dan belenggu segregasi. Momen kebebasan ini  ditandai dengan ditanda-tanganinya civil of right oleh Presiden Lyndon B Johnson yang menghapus segregasi dari bumi Amerika.

Sejarah membuktikan, pengakuan kebersamaan dan persamaan hak semua ras ini hanya butuh rentang waktu pendek, kurang 50 tahun kemudian mampu mengantarkan  Barrack Obama ke White House menjadi Presiden AS. Loncatan keberhasilan dari negara perbudakan, rasial hingga negara plural (majemuk) terjadi dan semakin baik.

Itu berlangsung di Amerika! Bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya berbanding terbalik. Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit, Indonesia terkenal dengan bangsa yang  tolong menolong dan bangsa ramah yang selalu hidup berdampingan. Ciri musyawarah dan mufakat dan tepo seliro dari suku-suka bangsa di Nusantara kemudian mengilhami dan  melahirkan negara Indonesia yang dibangun di atas dasar Pancasila, UUD 1945, Kebhinnekaan dan NKRI.

Atas semua itu kita bangga sebagai bangsa Indonesia. Era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto semangat ini terus dijaga sehingga membawa bangsa yang kuat. Namun seiring dengan masuknya Era Reformasi, secercah harapan masih muncul di Era Presiden Abdulrahman Wahid yang terkenal plural dengan beberapa  keputusannya monumental mengakui Kong Hu Chu dan menghapus cap komunis. Namun itu hanya berlangsung sementara di masa-masa sekarang Indonesia seolah bergerak mundur malah terjebak ke segregasi.

Kepastian hukum yang tidak ada telah melahirkan pelarangan ibadah dan ujungnya tidak terjamin kebebasan beragama. Timbulnya tindakan anarkis sekelompok orang makin marak untuk memaksakan kehendaknya. Bahkan, tragisnya lagi belakangan ini masyarakat semakin cenderung memperjuangkan kepentingan kelompok, suku dan agamanya.

Jangan heran dalam bentuk kecil segregasi telah masuk dan merebak ke bangsa ini. Lihatlah bahwa ada perumahan yang mencantumkan terang-terangan hanya menerima golongan seagama. Ada salon juga yang hanya menerima satu agama. Bukan tidak mungkin fenomena ini akan terus berjalan dan membuat semua agama di Indonesia akan mengelompok menjadi ghetto-ghetto, agar bisa membela dan mendirikan agamanya. Belum lagi perda-perda yang terus mengakodomir kepentingan tertentu. Apakah Indonesia bergerak mundur?

Selaras dengan kondisi bangsa, segregasi sebenarnya terjadi juga dan melembaga dalam gereja. Bahkan di Indonesia fenomena ini sudah menguat lama. Gereja selalu terkotak-kotak dalam tembok-tembok bangunan dan aliran. Orang Kristen bahkan selalu menyebut yang lain dengan “sinis” dengan cap meanstream, kharismatik dan katolik. Seolah kita ini alergi dengan umat Kristen yang satu.

Manakala gereja yang satu dilarang, yang lain cenderung diam dan cuek, berpikir selama gerejanya tidak diganggu. Segregasi itu juga masih kental terlihat saat menikah meski sesama Kristen, masih belum bisa menerima satu sama lain. Buktinya, ribuan pasang pemuda gereja tiap tahun menjadi korban. Mereka tidak jadi menikah hanya karena beda aliran gereja. Sebuah fenomena aneh disaat semua gereja mengaku mengajarkan kasih Yesus Kristus yang berlandaskan ut omnes unum sint

Lanjut »

Aku Tidak Takut


Rasa takut memang ada disetiap orang tanpa terkecuali. Entah itu takut gagal, takut kegelapan dan takut kena marah atau takut tak mendapat jodoh ha ha. Dari perasaan takut itu kadang membuat kita kehilangan akal bahkan mengalahkan iman dan percaya. Makanya Tuhan Yesus banyak sekali mengatakan jangan takut dalam firmanNya. Berapa ya jumlahnya kata jangan takut itu he he lupa tanya aja deh pak pendeta berapa kali ya pak.. kata-kata jangan takut dari Tuhan Yesus. Kalau ngga salah lho ya sebanyak hari dalam satu tahun bener ngga ya ha ha…

Terlepas dari berapa banyak Tuhan Yesus mengatakan jangan takut pada murid-muridnya termasuk saya dan anda ha ha.. percis kotbahnya pak pendeta diakhir kotabh aja he he. Artinya bahwa manusia itu selalu diliputi ketakutan alias kekhawatiran. Kenapa bisa jadi rasa takut itu akibat dosa dengan merujuk kisah Adam ketakutan mendengar langkah-langkah Tuhan di Taman Eden. Akibat dia melanggar perintah Tuhan kasarnya inilah awal pemberontakan manusia kepada sang Khaliknya. Apa mungkin dari situ ya awalnya rasa takut itu,  ya pasti itu he he kata siapa…

Dijahilin Anak

Cerita rasa takut seperti yang dialami seorang ibu sebut saja ibu Tata. Ibu tiga anak ini memang boleh dibilang kelewatan ketakutannya. Sekalipun di rumah sendiri kalau mau ke kamar mandipun harus dijagai. Apalagi ibu Tata ini rumahnya bertingkat kebetulan kamar mandinya di lantai atas. Sehingga kalau mau mandi terutama malam minta di temenin. Padahal kalau ditanya kenapa takut ibu Tata itupun ngga bisa kasih jawab, paling-paling jawabnya ya takut aja ha ha... emang dasar. Takut tak beralasan.. he he, siapa bilang bisa jadi takut kesepian ha ha…eh bukan ding takut karena sepi kalie.

Makanya bu jangan suka lihat felem horor… jadi takut khan. Nah ada kejadian suatu sore kira-kira jam 19-an ibu Tata minta ditemenin anak lelakinya yang masih sekolah minggu. Sementara ibu Tata ini rajin anterin anaknya sekolah minggu juga sehingga lagu-lagu yang diajarkan di sekolah minggupun kadang ikut-ikutan dinyanyiin. “Nak jangan kemana-mana ya temenin ibu dulu,” kata ibu Tata berpesan pada anaknya. Dan ibu Tatapun masuk kamar mandi. Anaknya duduk di luar sembari nungguiin. Biasa sembari gebyar-gebyur bu Tatapun bersenandung I’m not afraid dan dinyanyikan berulang-ulang. Anaknya sebut saja Tato dari luar senyam senyum. “Bener nich ibu I’m not afraid,” bisiknya dalam hati. Karena nyanyian itu terdengar sember dan berulang-ulang akhirnya Tato muncul ide jahil he he. Pelan-pelan Tato beringsut dari kursinya dan berjingkat-jingkat turun ke bawah.

Dibiarkan ibunya yang penakut itu mandi sendirian di atas. Tanpa menyadari kalau ditinggal anak laki-lakinya, karena tak sadar ibu Tatapun tetap bersenandung aku I’am not afraid artinya saya tidak takut itu ha ha.

Marah Bercampur Geli
Setelah dirasa selesai membersihkan badan, ibu Tata keluar dari kamar mandi. Namun dilihatnya anaknya Tato sudah tidak ada lagi. Sadar akan kesendiriannya ibu Tata teriak, “Tato kemana kamu”. Mendengar panggilan ibunya itu Tato langsung naik ke atas dan bertanya kenapa? “Dasar suruh nemenin ibu malah ninggalin” teriaknya setengah marah. Tanpa berdosa Tato menjawab, “ Lho katanya ibu tidak takut”. Ibu Tata masih bersungut gimana tidak takut makanya ibu minta diteminin, kok malah ninggalin. Cerocosnya. Tatopun masih tenang tapi tadi ibu bilang saya tidak takut. Sang ibu tambah marah. Namun dengan santai coba ibu inget di kamar mandi tadi ibu kan bilang I’m not afraid itu artinya kan aku tidak takut kan... jelasnya tersenyum. Karena ibu tidak takut makanya Tato tinggal.

Mendengar jawaban anaknya itu ibu ini baru sadar. Oh iya ya bener juga tadi nyanyiannya kan aku tidak takut ya he he,. Tapi dasar orang tua yang ngga mau kalah sama anaknya. Dengan entengnya di jawab, “Itu kan cuma nyanyian aja,” sambil menahan rasa geli. Karena diam-diam mengakui bahwa anaknya memang benar kalau sudah tidak takut kenapa minta ditemenin he he... hati-hati makanya bagi para ibu jangan remehkan anak-anak sekarang akalnya sudah panjang-panjang ha ha  .. akal kok panjang  mbok banyak gitu he he terserah aja deh apa yang mau bilang ha ha...   

Lanjut »

Terpanggil Melengkapi para Leader


Dimanapun Tuhan tempatkan harus mampu menjadi terang dan garam melalui pelayanan kita

Bidang pelayanan sesungguhnya sangat melekat dengan ibu yang murah senyum dan ramah ini. Vivien Limengka demikian nama isteri Ferdy Limengka seorang dokter bedah yang rendah hati. Berbicara pelayanan bagi ketua Haggai DKI ini sudah dimulai sejak kanak-kanak. Malah bisa dibilang sejak mengenal Yesus sudah belajar melayani. “Namanya melayani kan ngga harus jadi pendeta saja ya kan”, terangnya mengawali perbincangan siang itu. Salah satu pelayanannya antaranya dengan mempersembahkan talenta suaranya.

Bersama adiknya yang juga pencipta lagu lewat suaranya yang merdu beberapa kali merekam suaranya. Malah melalui talenta bernyanyi Vivien juga diundang mengisi pujian di gereja gereja. Baik menyanyikan bahasa Indonesia maupun lagu rohani Manado. Sementara dalam pembuatan album sidah tiga album sendiri dan sekitar tujuh album keroyakan atau kompilasi. Sedangkan saat ini mempersiapkan album berikutnya, namun karena kesibukannya di ladang pelayanan Hagai sehingga belum kelar. “Dalam pelayananpun harus ada skala prioritas, ujarnya tertawa renyah.

Vivien yang berjemaat di GKI Harapan Indah, Bekasi. Di gerejanya dipercaya menjadi majelis jemaat. Sedangkan di tingkat klasis Priangan juga menjadi majelis yang membidangi mengenai pembinaan remaja. Tentang keterlibatannya di banyak pelayanan, Vivien berprinsip seseorang yang telah menerima Kristus harus mampu menjadi terang dan garam dimanapun ditempatkan, saksinya serius.

Mentraining Pemimpin

Pada dasarnya setiap orang menjadi pemimpin, paling tidak bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Namun pemimpin yang seperti apa, itu pertanyaan lain. Pimpimpin disini adalah ketika orang melihat lalu bisa menerima cara kepemimpinan dan menjadi teladan. Sehingga orang dapat menerima kabar baik itu dengan tanpa tersinggung.

Vivien merasa dengan mengikuti training semakin diperlengkapi dengan menjadi majelis di gerejanya. Pengalaman dan pengetahuan selama training sangat bermanfaat terutama dalam melengkapi pelayanan gerejawi. Dari apa yang dialami Vivien beruntung ada undangan dari temen yang mengajak mengikuti training kepemimpinan. Disinilah Vivien benar-benar merasa mendapatkan bekal yang baru bagaimana melalui profesinya tetap bisa menyampaikan kabar baik. Dan itu diperoleh saat ikut training di Hagai institute tersebut, terangnya bangga.   

Karena ternyata melalui training setiap orang yang ikut merasa diperlengkapi bekal yang baru. Bagaimana menjadi pemimpin menurut kebenaran firman Tuhan. Selain itu bagaimana seseorang bisa menjadi kitab yang terbuka di depan semua orang. Makanya untuk menjadi peserta trainingpun tidak sembarang orang. Salah satu caranya peserta dipilih berdasarkan ajakan atau rekomendasi dari alumni. Dengan demikian lebih pada dari mulut ke mulut-lah untuk menjadi peserta training itu, jelasnya tersenyum.

Pertanyaannya kenapa dalam menentukan peserta training memakai cara rekomendasi dan tidak melalui iklan. Alasannya karena mencari orang-orang yang berkomitmen dan mau diperlengkapi menjadi top leader, beber ibu dari Ardy,Vindy, Winda dan Christy ini.

Materi dalam training ini bukan bicara tentang alkitab lagi. Mengapa,  karena rata-rata pesertanya mereka sebetulnya orang yang sudah hebat-hebat dari profesi yang berbeda cuma perlu ditambahkan strategi saja, urainya. Untuk itu materinya lebih pada bagaimana mereka bisa diperlengkapi dalam memberitakan kabar baik. Melalui berbagai profesi yang digelutinya. Baik sebagai rohaniawan, pendeta, pengerja dan juga kaum profesional, ujar ibu yang tahun 2000-an ini menjadi peserta training.

Lintas Gereja dan Profesi
Lembaga yang berpusat di luar AS ini memang membuka jejaring di negara-negara berkembang. Sedangkan masuk di Indonesia sendiri tahun 1972. Kembali pada waktu training kalau yang namanya area seminar itu hanya dua hari dua malam dan ini diperuntukkan untuk pesertaumum. Tetapi ada in- house dimana pesertanya dikhususkan seperti gereja-gereja atau instasi dari kantor-kantor tertentu. Seperti saat ini ada permintaan dari gereja HKBP supaya majelis atau sintuanya dibekali, terangnya. Selain itu ada gereja-gereja yang sudah mengikuti seperti GBI, GPdI bahkan GKI itu sendiri. Sekali lagi bahwa dalam training tidak bicara teologia lagi. Karena memang dalam satu training itu pesertanya ada dari berbagai lintas denominasi ada karismatik, mainstream  ada Katholik, ungkap mantan sekretaris Haggai DKI ini.

Lebih lanjut Vivien mengatakan bahwa bagi peserta yang lulus dari training ini diharapkan bisa membuat seminar yang sama. Terutama dilingkungan ataupun disekitar profesi mereka masing-masing. Dengan catatan tetap dengan ikatan dan sesuai polisi yang ditentukan dari pihak pusat. Dan tak boleh berjalan sendiri dan yang menyelenggarakanpun terdiri dari alumni-alumni. Sementara selama seminar ada pendampingan dan bahan-bahan dan pengajarpun harus dari pusat jadi ada standart, tegas ibu yang tetap awet muda ini.

Program pelayanan HAGGAI tahun ini ada sekitar dua puluhan lebih seminar yang harus diselenggarakan. Tentang lama training agak berbeda dengan yang di pusatnya Hawai. Disana training dilakukan hampir sebulanan, tentu dengan materi yang lebih banyak. Sementara yang di Indonesia training empat hari full. Terlepas dari rutinitas sehari-hari dengan dengan harapan peserta training lebih fokus terhadap materi yang diberikan.

Diharapkan selepas training tiap orang memiliki paradigma baru lebih ber karakter dan strategis dalam memimpin. Dengan demikian banyak jiwa yang diselamatkan, tandas ibu yang membuat album rohani karena ingin seperti putrinya yang sudah membuat album terlebih dahulu tuntas.           
       

Lanjut »

Orang Kristen Sebagai Penyeimbang

Bicara dengan tokoh muda satu ini bak buku yang terbuka. Hampir pengetahuan seputar hukum, sosial politik dan gereja sangat dikuasainya. Doktor Ludywik Gultom rektor Universitas Krinadwipayana yang mengaku murid Prof. Gayus Lumbuun yang kini menjabat Hakim Agung (MA) ini. Siang itu berbincang hangat dengan GAHARU bagaimana pandangannya tentang KPK yang baru, korupsi yang masih terus merebak dan bagaimana pula sikap orang kristen khususnya lembaga aras gereja menghadapi kondis bangsa dan negara. Dengan runut Gultom yang sering disapa mas Tom yang selau ingat pesan ibunya jangan kasih kekayaan kepada anak-anak kalau nanti bisa lupa diri ini berbagi pengalaman berikut suntingannya

Bagaimana dengan KPK dibawah kepimimpianan Abraham Samad ?
Menurut sumber dari dalam KPK sendiri saat ini sedang gelar perkara untuk mengurai jaringan kasus yang ditangani. Dan rencana akan dibuka semua sampai jaringan besarnya istilahnya ketua besarnya. Dan hingga kini mereka mengkaji dan bekerja keras untuk memecahkan masalah ini. Memang banyak harapan yang dibebankan kepada mereka terutama yang protes-protes itu. Apalagi Abraham sendiri berjanji setahun kalau tidak berhasil akan mundur. Dan ini semuanya  bisa dilakukan asal Abraham siap menanggung risiko terburuk sekalipun.

Seperti apa risiko itu
Abraham harus siap ditembak sebagai tumbal, dan masalah ini kan sudah ada  contohnya bagaimana jaksa dan hakim ditembak karena suatu perkara.

Kalau kondisi seperti ini apa mungkin korupsi bisa dibersihkan?
Begini ya saya sendiri kok jujur saja tak terlalu tahu bagaimana merombak korupsi di negeri ini. Kenapa, bangsa kita ini kan termasuk bangsa yang tidak tegaan, sungkan dan lebih banyak tepo slironya.

Berati tak ada tindakan?
Ya bisa tetapi itu pasti berpengaruh, bagaimana memberikan uang kepada seseorang sebagai balas jasa. Ini kan persoalan budaya juga. Dan mampukah Abraham merombak budaya itu semua. Sekali lagi Abraham bisa syaratnya memang berani mati sebagai tumbal ini semua. Semua ini persoalan terletak di Abraham sendiri dalam penyelesaiannya. Tidak dilarang dan diwajibkan untuk melokalisir persoalan bisa jadi memang ini sistemik. Makanya oleh wartawan Abraham selalu dipanas-panasi persoalan bos besar dan bos kecil.

Menurut anda sejauh ini penindakan KPK?
Memang lembaga ini sifatnya ad hoc, jadi kita harus memahaminya. Dimana sistem yang dipakai saat ini terputus jadi hanya yang terbukti saja. Tanpa harus melibatkan atasanya. Kasus Busway misalnya padahal bicara persetujuan mesthinya kan atasanya tahu. Tetapi sampai dijatuhi vonis atasannya sebagai saksipun tidak. Dan ini pula yang nantinya dihadapi ketua KPK kita saat ini. Bagaimana mengurai dan menagkap bos kecil dan bos besarnya. Kembali menengok bagaimana Antasari itu hanya gara-gara satu statementnya yakni mau mengaudit IT hasil pemilu 2009, akhirnya dikriminalisaskan dan dijebloskan ke penjara.  

Jadi kalau kasus Antasari itu hanya jebakan?
Misalkan begini kita ini saja sebagai laki-laki apa kira-kira juga pantas berhubungan dengan gadis candy itu. Ini saja kita apalagi sekelas Antasari masak sih seperti itu. Makanya Cyrus Sinaga dikorbankan dan akhirnya sampai nangis-nangis sekarang. Tetapi juga tak ada daya karena di kejaksaanpun terstruktur sistemnya.

Lalu bagaimana cara mengatasi korupsi ini?
Ada pepatah dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung artinya budaya itu sudah sangat melekat dalam kehidupan kita. Ada pertanyaan lain kira-kira apa sikap SBY sebagai presiden  besannya dipenjarakan. Terlepas alasan demokrasi atau apapun pasti ada perasaan ketersingungan. Nah disinilah sebetulnya butuh penjabaran yang jelas dalam mengatasi persoalan korupsi di Indonesia.

Saat ini kita bangsa Indonesia dalam membahas setiap sesuatu atau berjalan ke segala sesuatu tanpa ada basic budayanya. Adanya hanya mencomot sana sini dari negara lain tanpa merumuskan budaya setempat. Makanya kalau peratuan itu dijalankan seringkali terjadi benturan saat diberlakukan, tak aneh karena memang bertentangan dengan buadaya setempat. Dengan dasar ini saya tak berkebaratan jika suatu daearh diperlakukan perda syariah. Lalu kita bisa belajar dulu, kalau ada konflik tentu kita buat kentetuannya ini normatif.

Soekarno memang menyatakan bahwa Indonesia bukan negara agama tetapi bagi umat muslim boleh memperjuangkan piagam Jakarta itu. Untuk itu Yusril Isa Mahendra mengatakan bahwa piagam Jakarta masih menjiwai UUD 45 itu. Makanya ada daerah-daerah yang memberlakukan perda syariah dan ini sepertinya terus menguat.

Terus bagaimna melihat realiats itu sebagai orang kristen?
Ada dua kemungkinan berjalan terus atau kembali pada masa-masa pak Harto, tentu masih ingat bagaimana sewaktu pemerintahan pak Harto keras. Kalau ada orang berani ngomong SARA ditangkap. Namun kenyataannya hanya 32 tahun bertahan selepasnya kembali lagi liar. Dan saat ini orang begitu mudahnya membicarakan masalah agama bahkan seenak jidatnya sendiri. Dengan pengalaman ini tidak mungkin lagi mundur kebelajang.

Kalau begitu ngga bisa  mundur?
Ya harus diluruskan makanya orang Kristen di Indonesia sebagai penyeimbang dan tentukan dulu fungsi kita dimana. Kalau orang kristen bukan sebagai penentu, pasti mereka tidak keberatan. Dengan tetap memposisikan sebagai penyeimbang. Dengan demikian akhirnya merakapun menyeibangkan juga itu pasti.

Untuk menjadi penyeimbang ada syaratnya dimana internal kekristenan harus solid dulu, PGI, PGLII dan PGPI itu bisa bersama-sama. Kalau perlu dilebur dengan nama yang baru atau bentuk semacam federasi. Paling tidak PGI mengakomodir ormas-ormas kristen dan partai politik sekalipun sehingga akan mudah memposisikan sebagai penyeimabang. Dan usualan ini sudah dismpaikan sekum PGI Gomar Gultom, entah kenapa belum ada tindak lanjut.

Kembali kepada pemerintahan SBY ini seperti apa?
SBY tak salah.. cuma kita ini salah sangka kalau sudah masuk reformasi kita katakan zaman yang lalu salah dan ini pasti bisa berubah. Demikian juga hukum yang berkembang dari nilai-nilai dan kebiasaan kita. Padahal harusnya duduk bersama dan dirumuskan. Seperti kasus sendal jepit di pers bisa dibebaskan tetapi kalau hukum tetap harus dilaksanakan Cuma ada perbedaannya karena anak-anak hakim tak memakai jubahnya.

Demikian juga dalam merumuskan tuduhan korupsi kita ini juga salah. Karena bicara korupsi itu macam-macam. Bisa karena kebutuhan, kerakusan dan korupsi karena keterpaksaan. Makanya perlu dikaji pemakian istilah korupsi kalau di Malaysia disebut rasyaw. Sedangkan dalam literatur kita disebut ada pencurian, penyuapan dan akan lebih baik disebut perampok. Apa bangga kalau ada keluarganya disebut perampok kan ngga. Sementara kalau tuduhan korupsi bisa karena unsur cemburu dan siapa yang dapat dan belum saja. Nah istilah korupsi pernah saya usulkan diganti dengan perampokan uang negara misalnya. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan. Jadi bicara penyelesaian korupsi di era reformasi atau SBY sebetulnya tidak nyambung.

Maksudnya
Begini coba sekarang perhatikan antara orde lama, orde baru dan orde reformasi itu berbeda-beda dan tidak ada kaitannya satu dengan yang lain. Bayangkan saja apa ada program yang dilanjutkan setiap periodenya. Orla membuat itu sebaliknya orba demikian pula orde reformasi membuat beda lagi. Coba negara semacam apa kita ini kan tidak layak sebagai negara. Pernah saya usulkan pada sekjend PDI masa Alex Litaay untuk mba Mega mendamaikan keluarga Soekarno dan Soeharto. Namun nyatanya mba Mega tidak melakukan itu. Sehingga bisa dikatakan sejarah kita ini memang terputus-putus.

Lalu untuk generasi mendatang bagaimana?
Pernah saya usulkan dengan ketua STT Jakarta untuk menambahkan mata kuliah sejarah bernegara di seluruh STT Indonesia ini. Dengan harapan mahasiswa tahu bagaimana sejarah bernegara dan berbangsa. Dengan harapan ketika  pendeta masuk politik jadi lain. Memang saat ini ada yang terjun ke politik dengan baik itu karena belajar sendiri atau terlibat menjadi aktivis seperti Saut Sirat dan Jerry Sumampaw.

Karenanya bicara politik Kristen pasti Kristus selain itu politik kriten harus melihat terang Yesus dari sudut kebangsaan. Jadi kehadiran kitapun berbeda. Syaratnya untuk bisa politik kristus ya selesaikan persoalan internal kekristenan ini. Sehingga posisi kristen mampu menjadi penyeimbang. Dan ini terjadi pada masa Soekarno dengan dibentuknya PGI sedangkan zaman Soeharto kekristenan hanya sebagai alat. Dan di era reformasi harus berupaya menjadi penyeimbang kembali.

Makanya saya mengkritisi apa yang diperjuangkan Taufiq Kiemas tentang empat pilar itu salah. Kalau Pancasila sebagai bagian empat pilar. Pertanyaannya lalu dasarnya apa. Bicara Pancasila itu dasar negara kalau pilar itu kan bagian tiang saja. Maka jangan salahkan dasarnya bisa diisi apa saja sesuai dengan kemauan sendiri dan ini sangat bahaya. Jadi bicara pilar oke saja Bhineka Tunggal Ika, sumpah pemuda itu boleh-boleh saja. Dan ini perlu diluruskan terlepas alasannya biar dengan sebutan pilar semua komponen yang sudah alergi pancasila dapat menerima kembali. Tetapi sekali lagi itu mebahayakan dasar negara kita. 

Lanjut »