Sabtu, 25 Februari 2012

Orang Kristen Sebagai Penyeimbang

Bicara dengan tokoh muda satu ini bak buku yang terbuka. Hampir pengetahuan seputar hukum, sosial politik dan gereja sangat dikuasainya. Doktor Ludywik Gultom rektor Universitas Krinadwipayana yang mengaku murid Prof. Gayus Lumbuun yang kini menjabat Hakim Agung (MA) ini. Siang itu berbincang hangat dengan GAHARU bagaimana pandangannya tentang KPK yang baru, korupsi yang masih terus merebak dan bagaimana pula sikap orang kristen khususnya lembaga aras gereja menghadapi kondis bangsa dan negara. Dengan runut Gultom yang sering disapa mas Tom yang selau ingat pesan ibunya jangan kasih kekayaan kepada anak-anak kalau nanti bisa lupa diri ini berbagi pengalaman berikut suntingannya

Bagaimana dengan KPK dibawah kepimimpianan Abraham Samad ?
Menurut sumber dari dalam KPK sendiri saat ini sedang gelar perkara untuk mengurai jaringan kasus yang ditangani. Dan rencana akan dibuka semua sampai jaringan besarnya istilahnya ketua besarnya. Dan hingga kini mereka mengkaji dan bekerja keras untuk memecahkan masalah ini. Memang banyak harapan yang dibebankan kepada mereka terutama yang protes-protes itu. Apalagi Abraham sendiri berjanji setahun kalau tidak berhasil akan mundur. Dan ini semuanya  bisa dilakukan asal Abraham siap menanggung risiko terburuk sekalipun.

Seperti apa risiko itu
Abraham harus siap ditembak sebagai tumbal, dan masalah ini kan sudah ada  contohnya bagaimana jaksa dan hakim ditembak karena suatu perkara.

Kalau kondisi seperti ini apa mungkin korupsi bisa dibersihkan?
Begini ya saya sendiri kok jujur saja tak terlalu tahu bagaimana merombak korupsi di negeri ini. Kenapa, bangsa kita ini kan termasuk bangsa yang tidak tegaan, sungkan dan lebih banyak tepo slironya.

Berati tak ada tindakan?
Ya bisa tetapi itu pasti berpengaruh, bagaimana memberikan uang kepada seseorang sebagai balas jasa. Ini kan persoalan budaya juga. Dan mampukah Abraham merombak budaya itu semua. Sekali lagi Abraham bisa syaratnya memang berani mati sebagai tumbal ini semua. Semua ini persoalan terletak di Abraham sendiri dalam penyelesaiannya. Tidak dilarang dan diwajibkan untuk melokalisir persoalan bisa jadi memang ini sistemik. Makanya oleh wartawan Abraham selalu dipanas-panasi persoalan bos besar dan bos kecil.

Menurut anda sejauh ini penindakan KPK?
Memang lembaga ini sifatnya ad hoc, jadi kita harus memahaminya. Dimana sistem yang dipakai saat ini terputus jadi hanya yang terbukti saja. Tanpa harus melibatkan atasanya. Kasus Busway misalnya padahal bicara persetujuan mesthinya kan atasanya tahu. Tetapi sampai dijatuhi vonis atasannya sebagai saksipun tidak. Dan ini pula yang nantinya dihadapi ketua KPK kita saat ini. Bagaimana mengurai dan menagkap bos kecil dan bos besarnya. Kembali menengok bagaimana Antasari itu hanya gara-gara satu statementnya yakni mau mengaudit IT hasil pemilu 2009, akhirnya dikriminalisaskan dan dijebloskan ke penjara.  

Jadi kalau kasus Antasari itu hanya jebakan?
Misalkan begini kita ini saja sebagai laki-laki apa kira-kira juga pantas berhubungan dengan gadis candy itu. Ini saja kita apalagi sekelas Antasari masak sih seperti itu. Makanya Cyrus Sinaga dikorbankan dan akhirnya sampai nangis-nangis sekarang. Tetapi juga tak ada daya karena di kejaksaanpun terstruktur sistemnya.

Lalu bagaimana cara mengatasi korupsi ini?
Ada pepatah dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung artinya budaya itu sudah sangat melekat dalam kehidupan kita. Ada pertanyaan lain kira-kira apa sikap SBY sebagai presiden  besannya dipenjarakan. Terlepas alasan demokrasi atau apapun pasti ada perasaan ketersingungan. Nah disinilah sebetulnya butuh penjabaran yang jelas dalam mengatasi persoalan korupsi di Indonesia.

Saat ini kita bangsa Indonesia dalam membahas setiap sesuatu atau berjalan ke segala sesuatu tanpa ada basic budayanya. Adanya hanya mencomot sana sini dari negara lain tanpa merumuskan budaya setempat. Makanya kalau peratuan itu dijalankan seringkali terjadi benturan saat diberlakukan, tak aneh karena memang bertentangan dengan buadaya setempat. Dengan dasar ini saya tak berkebaratan jika suatu daearh diperlakukan perda syariah. Lalu kita bisa belajar dulu, kalau ada konflik tentu kita buat kentetuannya ini normatif.

Soekarno memang menyatakan bahwa Indonesia bukan negara agama tetapi bagi umat muslim boleh memperjuangkan piagam Jakarta itu. Untuk itu Yusril Isa Mahendra mengatakan bahwa piagam Jakarta masih menjiwai UUD 45 itu. Makanya ada daerah-daerah yang memberlakukan perda syariah dan ini sepertinya terus menguat.

Terus bagaimna melihat realiats itu sebagai orang kristen?
Ada dua kemungkinan berjalan terus atau kembali pada masa-masa pak Harto, tentu masih ingat bagaimana sewaktu pemerintahan pak Harto keras. Kalau ada orang berani ngomong SARA ditangkap. Namun kenyataannya hanya 32 tahun bertahan selepasnya kembali lagi liar. Dan saat ini orang begitu mudahnya membicarakan masalah agama bahkan seenak jidatnya sendiri. Dengan pengalaman ini tidak mungkin lagi mundur kebelajang.

Kalau begitu ngga bisa  mundur?
Ya harus diluruskan makanya orang Kristen di Indonesia sebagai penyeimbang dan tentukan dulu fungsi kita dimana. Kalau orang kristen bukan sebagai penentu, pasti mereka tidak keberatan. Dengan tetap memposisikan sebagai penyeimbang. Dengan demikian akhirnya merakapun menyeibangkan juga itu pasti.

Untuk menjadi penyeimbang ada syaratnya dimana internal kekristenan harus solid dulu, PGI, PGLII dan PGPI itu bisa bersama-sama. Kalau perlu dilebur dengan nama yang baru atau bentuk semacam federasi. Paling tidak PGI mengakomodir ormas-ormas kristen dan partai politik sekalipun sehingga akan mudah memposisikan sebagai penyeimabang. Dan usualan ini sudah dismpaikan sekum PGI Gomar Gultom, entah kenapa belum ada tindak lanjut.

Kembali kepada pemerintahan SBY ini seperti apa?
SBY tak salah.. cuma kita ini salah sangka kalau sudah masuk reformasi kita katakan zaman yang lalu salah dan ini pasti bisa berubah. Demikian juga hukum yang berkembang dari nilai-nilai dan kebiasaan kita. Padahal harusnya duduk bersama dan dirumuskan. Seperti kasus sendal jepit di pers bisa dibebaskan tetapi kalau hukum tetap harus dilaksanakan Cuma ada perbedaannya karena anak-anak hakim tak memakai jubahnya.

Demikian juga dalam merumuskan tuduhan korupsi kita ini juga salah. Karena bicara korupsi itu macam-macam. Bisa karena kebutuhan, kerakusan dan korupsi karena keterpaksaan. Makanya perlu dikaji pemakian istilah korupsi kalau di Malaysia disebut rasyaw. Sedangkan dalam literatur kita disebut ada pencurian, penyuapan dan akan lebih baik disebut perampok. Apa bangga kalau ada keluarganya disebut perampok kan ngga. Sementara kalau tuduhan korupsi bisa karena unsur cemburu dan siapa yang dapat dan belum saja. Nah istilah korupsi pernah saya usulkan diganti dengan perampokan uang negara misalnya. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan. Jadi bicara penyelesaian korupsi di era reformasi atau SBY sebetulnya tidak nyambung.

Maksudnya
Begini coba sekarang perhatikan antara orde lama, orde baru dan orde reformasi itu berbeda-beda dan tidak ada kaitannya satu dengan yang lain. Bayangkan saja apa ada program yang dilanjutkan setiap periodenya. Orla membuat itu sebaliknya orba demikian pula orde reformasi membuat beda lagi. Coba negara semacam apa kita ini kan tidak layak sebagai negara. Pernah saya usulkan pada sekjend PDI masa Alex Litaay untuk mba Mega mendamaikan keluarga Soekarno dan Soeharto. Namun nyatanya mba Mega tidak melakukan itu. Sehingga bisa dikatakan sejarah kita ini memang terputus-putus.

Lalu untuk generasi mendatang bagaimana?
Pernah saya usulkan dengan ketua STT Jakarta untuk menambahkan mata kuliah sejarah bernegara di seluruh STT Indonesia ini. Dengan harapan mahasiswa tahu bagaimana sejarah bernegara dan berbangsa. Dengan harapan ketika  pendeta masuk politik jadi lain. Memang saat ini ada yang terjun ke politik dengan baik itu karena belajar sendiri atau terlibat menjadi aktivis seperti Saut Sirat dan Jerry Sumampaw.

Karenanya bicara politik Kristen pasti Kristus selain itu politik kriten harus melihat terang Yesus dari sudut kebangsaan. Jadi kehadiran kitapun berbeda. Syaratnya untuk bisa politik kristus ya selesaikan persoalan internal kekristenan ini. Sehingga posisi kristen mampu menjadi penyeimbang. Dan ini terjadi pada masa Soekarno dengan dibentuknya PGI sedangkan zaman Soeharto kekristenan hanya sebagai alat. Dan di era reformasi harus berupaya menjadi penyeimbang kembali.

Makanya saya mengkritisi apa yang diperjuangkan Taufiq Kiemas tentang empat pilar itu salah. Kalau Pancasila sebagai bagian empat pilar. Pertanyaannya lalu dasarnya apa. Bicara Pancasila itu dasar negara kalau pilar itu kan bagian tiang saja. Maka jangan salahkan dasarnya bisa diisi apa saja sesuai dengan kemauan sendiri dan ini sangat bahaya. Jadi bicara pilar oke saja Bhineka Tunggal Ika, sumpah pemuda itu boleh-boleh saja. Dan ini perlu diluruskan terlepas alasannya biar dengan sebutan pilar semua komponen yang sudah alergi pancasila dapat menerima kembali. Tetapi sekali lagi itu mebahayakan dasar negara kita. 

1 komentar:

  • REDAKSI says:
    24 Februari 2016 pukul 21.12

    CV MUFAKAT JAYA, membantu pendirian PT, CV, UD, dan Koperasi. Membantu pengurusan perizinan SIUP, TDP, TDG, NPWP, Kemenhunkam, PMDN, IUI, SBU, SIUJK, UUG/HO, SPPL, UPL-UKL, Izin Reklame, IMB, dll. Pengurusan khusus wilayah Kota Bekasi, Cikarang, Kabupaten Bekasi. Segera hubungi 021-95818686 / 081226789055 / 081285833108. PIN BB: 230A2A4A. Supported by KORANMETRO.com

Posting Komentar