Segregasi
(pemisahan berdasarkan ras) muncul/monumental pertama kali dan banyak dibicarakan di Amerika pada
1954-1967, bersamaan dengan timbulnya perjuangan Martin Luther King, Jr yang
terkenal dengan nonviolence movement.
Meskipun, dari sisi historisnya segregasi sendiri sebagai aturan yang
memisahkan Eropa Amerika (kulit putih) dan Afrika Amerika (kulit hitam) sudah tercipta sejak penghapusan perbudakan
di Amerika yang dipelopori Abraham Lincoln. Bisa dibilang segregasi adalah
jalan terbaik pasca penghapusan perbudakan.
Namun memasuki
pertengahan abad 20, segregasi yang begitu tertanam dan mendarah daging dalam
diri Amerika menimbulkan ketidakadilan, tertinggalnya kulit hitam Amerika. Mereka
juga menerima perlakuan buruk dan diskriminasi. Pemisahan semua fasilitas umum,
sekolah, gereja, bus, rumah sakit dan lainnya. Puncaknya aksi kelompok Klu Klax
Klan yang banyak membunuh kulit hitam.
Bangkitnya
perlawanan tanpa kekerasan oleh Pendeta Baptis Martin Luther King, Jr dan
kawan-kawan, meski harus mengorbankan nyawanya sebagai tumbal, terbukti sukses meruntuhkan sekat-sekat dan belenggu segregasi.
Momen kebebasan ini ditandai dengan
ditanda-tanganinya civil of right oleh Presiden Lyndon B Johnson yang menghapus
segregasi dari bumi Amerika.
Sejarah
membuktikan, pengakuan kebersamaan dan persamaan hak semua ras ini hanya butuh
rentang waktu pendek, kurang 50 tahun kemudian mampu mengantarkan Barrack Obama ke White House menjadi Presiden
AS. Loncatan keberhasilan dari negara perbudakan, rasial hingga negara plural
(majemuk) terjadi dan semakin baik.
Itu berlangsung
di Amerika! Bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya berbanding terbalik.
Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit, Indonesia terkenal dengan bangsa yang tolong menolong dan bangsa ramah yang selalu
hidup berdampingan. Ciri musyawarah dan mufakat dan tepo seliro dari suku-suka
bangsa di Nusantara kemudian mengilhami dan
melahirkan negara Indonesia yang dibangun di atas dasar Pancasila, UUD
1945, Kebhinnekaan dan NKRI.
Atas semua itu
kita bangga sebagai bangsa Indonesia. Era Presiden Soekarno dan Presiden
Soeharto semangat ini terus dijaga sehingga membawa bangsa yang kuat. Namun
seiring dengan masuknya Era Reformasi, secercah harapan masih muncul di Era
Presiden Abdulrahman Wahid yang terkenal plural dengan beberapa keputusannya monumental mengakui Kong Hu Chu
dan menghapus cap komunis. Namun itu hanya berlangsung sementara di masa-masa
sekarang Indonesia seolah bergerak mundur malah terjebak ke segregasi.
Kepastian hukum
yang tidak ada telah melahirkan pelarangan ibadah dan ujungnya tidak terjamin
kebebasan beragama. Timbulnya tindakan anarkis sekelompok orang makin marak
untuk memaksakan kehendaknya. Bahkan, tragisnya lagi belakangan ini masyarakat
semakin cenderung memperjuangkan kepentingan kelompok, suku dan agamanya.
Jangan heran
dalam bentuk kecil segregasi telah masuk dan merebak ke bangsa ini. Lihatlah
bahwa ada perumahan yang mencantumkan terang-terangan hanya menerima golongan
seagama. Ada salon juga yang hanya menerima satu agama. Bukan tidak mungkin
fenomena ini akan terus berjalan dan membuat semua agama di Indonesia akan
mengelompok menjadi ghetto-ghetto, agar bisa membela dan mendirikan agamanya.
Belum lagi perda-perda yang terus mengakodomir kepentingan tertentu. Apakah Indonesia
bergerak mundur?
Selaras dengan
kondisi bangsa, segregasi sebenarnya terjadi juga dan melembaga dalam gereja.
Bahkan di Indonesia fenomena ini sudah menguat lama. Gereja selalu
terkotak-kotak dalam tembok-tembok bangunan dan aliran. Orang Kristen bahkan
selalu menyebut yang lain dengan “sinis” dengan cap meanstream, kharismatik dan
katolik. Seolah kita ini alergi dengan umat Kristen yang satu.
Manakala gereja
yang satu dilarang, yang lain cenderung diam dan cuek, berpikir selama
gerejanya tidak diganggu. Segregasi itu juga masih kental terlihat saat menikah
meski sesama Kristen, masih belum bisa menerima satu sama lain. Buktinya,
ribuan pasang pemuda gereja tiap tahun menjadi korban. Mereka tidak jadi
menikah hanya karena beda aliran gereja. Sebuah fenomena aneh disaat semua
gereja mengaku mengajarkan kasih Yesus Kristus yang berlandaskan ut omnes unum sint.
0 komentar:
Posting Komentar