Sabtu, 25 Februari 2012

Segregasi


Segregasi (pemisahan berdasarkan ras) muncul/monumental pertama kali  dan banyak dibicarakan di Amerika pada 1954-1967, bersamaan dengan timbulnya perjuangan Martin Luther King, Jr yang terkenal dengan nonviolence movement. Meskipun, dari sisi historisnya segregasi sendiri sebagai aturan yang memisahkan Eropa Amerika (kulit putih) dan Afrika Amerika (kulit hitam)  sudah tercipta sejak penghapusan perbudakan di Amerika yang dipelopori Abraham Lincoln. Bisa dibilang segregasi adalah jalan terbaik pasca penghapusan perbudakan.

Namun memasuki pertengahan abad 20, segregasi yang begitu tertanam dan mendarah daging dalam diri Amerika menimbulkan ketidakadilan, tertinggalnya kulit hitam Amerika. Mereka juga menerima perlakuan buruk dan diskriminasi. Pemisahan semua fasilitas umum, sekolah, gereja, bus, rumah sakit dan lainnya. Puncaknya aksi kelompok Klu Klax Klan yang banyak membunuh kulit hitam.

Bangkitnya perlawanan tanpa kekerasan oleh Pendeta Baptis Martin Luther King, Jr dan kawan-kawan, meski harus mengorbankan nyawanya sebagai tumbal, terbukti sukses  meruntuhkan sekat-sekat dan belenggu segregasi. Momen kebebasan ini  ditandai dengan ditanda-tanganinya civil of right oleh Presiden Lyndon B Johnson yang menghapus segregasi dari bumi Amerika.

Sejarah membuktikan, pengakuan kebersamaan dan persamaan hak semua ras ini hanya butuh rentang waktu pendek, kurang 50 tahun kemudian mampu mengantarkan  Barrack Obama ke White House menjadi Presiden AS. Loncatan keberhasilan dari negara perbudakan, rasial hingga negara plural (majemuk) terjadi dan semakin baik.

Itu berlangsung di Amerika! Bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya berbanding terbalik. Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit, Indonesia terkenal dengan bangsa yang  tolong menolong dan bangsa ramah yang selalu hidup berdampingan. Ciri musyawarah dan mufakat dan tepo seliro dari suku-suka bangsa di Nusantara kemudian mengilhami dan  melahirkan negara Indonesia yang dibangun di atas dasar Pancasila, UUD 1945, Kebhinnekaan dan NKRI.

Atas semua itu kita bangga sebagai bangsa Indonesia. Era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto semangat ini terus dijaga sehingga membawa bangsa yang kuat. Namun seiring dengan masuknya Era Reformasi, secercah harapan masih muncul di Era Presiden Abdulrahman Wahid yang terkenal plural dengan beberapa  keputusannya monumental mengakui Kong Hu Chu dan menghapus cap komunis. Namun itu hanya berlangsung sementara di masa-masa sekarang Indonesia seolah bergerak mundur malah terjebak ke segregasi.

Kepastian hukum yang tidak ada telah melahirkan pelarangan ibadah dan ujungnya tidak terjamin kebebasan beragama. Timbulnya tindakan anarkis sekelompok orang makin marak untuk memaksakan kehendaknya. Bahkan, tragisnya lagi belakangan ini masyarakat semakin cenderung memperjuangkan kepentingan kelompok, suku dan agamanya.

Jangan heran dalam bentuk kecil segregasi telah masuk dan merebak ke bangsa ini. Lihatlah bahwa ada perumahan yang mencantumkan terang-terangan hanya menerima golongan seagama. Ada salon juga yang hanya menerima satu agama. Bukan tidak mungkin fenomena ini akan terus berjalan dan membuat semua agama di Indonesia akan mengelompok menjadi ghetto-ghetto, agar bisa membela dan mendirikan agamanya. Belum lagi perda-perda yang terus mengakodomir kepentingan tertentu. Apakah Indonesia bergerak mundur?

Selaras dengan kondisi bangsa, segregasi sebenarnya terjadi juga dan melembaga dalam gereja. Bahkan di Indonesia fenomena ini sudah menguat lama. Gereja selalu terkotak-kotak dalam tembok-tembok bangunan dan aliran. Orang Kristen bahkan selalu menyebut yang lain dengan “sinis” dengan cap meanstream, kharismatik dan katolik. Seolah kita ini alergi dengan umat Kristen yang satu.

Manakala gereja yang satu dilarang, yang lain cenderung diam dan cuek, berpikir selama gerejanya tidak diganggu. Segregasi itu juga masih kental terlihat saat menikah meski sesama Kristen, masih belum bisa menerima satu sama lain. Buktinya, ribuan pasang pemuda gereja tiap tahun menjadi korban. Mereka tidak jadi menikah hanya karena beda aliran gereja. Sebuah fenomena aneh disaat semua gereja mengaku mengajarkan kasih Yesus Kristus yang berlandaskan ut omnes unum sint

0 komentar:

Posting Komentar