PADA 14 Desember 2011, menyambut natal, tiba-tiba enam pengacara top menyambangi Polda Metro Jaya melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan atas nama korban Bianda Sihombing dan Inri oleh Reinda M. Lumoindong. Rombongan itu di motori Petrus Bala Patyyona dan Juan Felix Tampubolon. Mereka di dampingi orang tua pelapor, yakni Partahi Sihombing dan Ongen di dampingi istri masing-masing.
Mereka diterima bagian pengaduan Polda Metro Jaya. Peristiwa ini cukup mengagetkan karena cukup menyita perhatian banyak media massa nasional maupun rohani. Boleh jadi liputan luas ini karena melibatkan isteri hamba Tuhan terkenal, Pdt Gilbert Lumoindong di Jakarta.
Benar kata pepatah, mulutmu adalah harimaumu. Gara-gara ucapan jangan seperti sundal terhadap beberapa pengerja (tim singer) GBI Glow Fellowship Center, Grand Chapel UPH Lippo Karawaci, Reinda yang juga istri pendeta Gembala Sidang gereja bersangkutan dilaporkan ke polisi. Laporan itu ternyata langsung diproses polisi meski saat menjelang natal.
Minggu berikutnya, Bianda dan Inri dua diantara yang mengaku korban diproses untuk membuat BAP di Polda Metro Jaya di dampingi kuasa hukumnya. Beberapa media harian dan on line seperti Tribunnews.com di Manado langsung memuat berita ini secara luas esok harinya. Pemberitaan ini langsung mendapat perhatian masyarakat.
Namun selang sehari setelah pemberitaan, media yang sama memuat sanggahan resmi dari pihak Reinda M Lumoindong lewat pengacaranya John IM Pattiwael, SH dan Gloria Tamba, SH. Pengacara dari kantor hukum LBH Mawar Sharon ini menjelaskan bahwa Reinda memang memberi nasehat kepada beberapa pelayan gereja yang di dalamnya termasuk Bianda Sihombing. Adapun intinya antara lain, agar tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat/sexy dan seterusnya (poin 2). Dan pada poin 3 soal perkataan perempuan sundal oleh Reinda sama sekali tidak benar demikian.
Sanggahan seperti ini justru membuat keluarga korban meradang. Ketika ditemui disela-sela pemeriksaan anaknya, Partahi Sihombing menegaskan kembali bahwa tudingan perempuan sundal itu benar-benar ada dan memang dilakukan Reinda terhadap pelayan yang masih remaja dan beranjak dewasa. “Ada buktinya kok, ada rekamannya. Anak saya sangat terpukul sekali dikata-katain seperti itu. Makanya kita akan terus maju supaya terbuka kebenaran,” tukasnya geregetan dengan bantahan seperti itu.
Sebelumnya, pengacara Bianda, Petrus Bala Pattyona menyatakan kepada wartawan di sela-sela pengaduan, tujuan laporan dan pengaduan ini adalah agar orang Kristen juga taat kepada aturan negara. “Kita ingin sebagai pembelajaran yang baik, agar tidak terjadi lagi tindak kesewenang-wenangan dalam gereja,” tukasnya.
Meski banyak yang menyayangkan proses ini sampai ke pihak kepolisian pada dasarnya perkara ini terus bergulir dan diproses. “Saya sangat kecewa anak-anak saya diperlakukan seperti itu sampai mereka trauma untuk ikut pelayanan,” beber Partahi di dampingi Ongen salah satu orang tua yang anaknya juga ikut serta. Mereka ditegor keras di depan umum, selain ucapan sundal juga dikata-katain bahwa mereka jangan berlindung di ketiak orang tua. Lelaki tidak benar kalau datang ke gereja melihat body kalian sexy, begitu dia menirukan ucapan sang ibu gembala. “Apakah itu namanya ibu gembala, kalau salah rangkul donk. Ingatkan baik-baik, bukan begitu caranya, masa bawa-bawa orang tua lagi,” ujarnya bernada tinggi.
Upayakan Damai
Saat kebenaran masalah ini mau dikomfirmasi langsung kepada Reinda, beberapa kali yang bersangkutan memang masih berhalangan karena masih sibuk melayani perayaan natal di Manado dan juga mendampingi misi pelayanan ke Yerusalem. Ketika dihubungi lewat SMS, Reinda hanya menyarankan GAHARU bahwa hak jawabnya biar dikutip seperti telah dimuat di Tribunnes.com. Sangat disayangkan juga, belum bisa mendapatkan penjelasan langsung dari Pdt. Gilbert Lumoindong tentang alasan dibalik pemecatan pengerjanya.
Pendiri LBH Mawar Sharon, Hotma Sitompoel, SH yang juga pendiri Vocal Group Pengacara Nabirong yang di dalamnya pernah Partahi Sihombing bergabung ketika dimintai komentarnya tentang kasus ini, mengaku belum mendalami masalahnya dan hanya berkomentar singkat mengimbau agar menempuh solusi damai. “Ya kita akan usahakan damai sajalah. Itu jalan terbaik,” ujarnya di ujung telepon sembari menyesalkan kejadian ini. “Masa jemaat melaporkan pendetanya…hehe. Ya mungkin juga ini perlu menjadi introspeksi bagi pendeta tersebut,” ujarnya setengah bertanya.
Rupanya kasus ini semakin berkembang makin melebar karena belakangan Pdt Gilbert Lumoindong mengeluarkan SK Pemecatan kepada Partahi Sihombing yang juga panatua di GLOW UPH Lippo Karawachi. Apakah ada sangkut pautnya dengan dugaan yang menimpa pelaporan istrinya belum jelas kaitannya. Atas sikap ini Partahi mengaku akan terus mencari keadilan dan kebenaran. Dirinya juga mengaku sudah menyiapkan gugatan lain soal tindakan semena-mena ini. “Masalah ini sebenarnya sederhana. Kalau saja yang bersangkutan punya kasih dan mau berdamai dengan meminta maaf dan merangkul anak saya, kasus ini tidak akan pernah ke polisi,” imbuhnya menyesalkan. Sebelum mengadakan pengaduan, selain berdiskusi dengan rekan-rekannya, pihak Partahi juga sudah meminta bertemu dengan Pdt. Gilbert Lumoindong untuk mengupayakan solusi damai. Namun karena dalam pertemuan, Gilbert terkesan membela istrinya dan seolah membenarkan tindakannya, membuat pihaknya terpaksa menempuh upaya hukum. Atas pelaporan ini, isu yang berkembang adalah bahwa selama ini sang ibu gembala bersikap “otoriter” dan bertindak melampau kapasitasnya sebagai ibu gembala. Benarkan demikian? Untuk mengetahui duduk perkara sebenarnya GAHARU mencoba mengungkap dibalik kericuhan antara pelayan/singer versus Reinda yang juga isteri Pdt. Gilbet Lumoindong, Pimpinan GLOW Lippo Karawachi. Dan saat berita diturunkan ibu Rienda sedang disidik polisi